Dokter rehabilitasi dari RSUP Persahabatan, dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K) dalam program Bincang Sehat RMOL/Farah
Dokter rehabilitasi dari RSUP Persahabatan, dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K) dalam program Bincang Sehat RMOL/Farah
KOMENTAR

PANDEMI Covid-19 merupakan momok yang menakutkan bagi banyak orang di dunia saat ini. Meski begitu, keyakinan serta semangat untuk pulih harus tetap dikobarkan di dalam diri untuk melawan virus corona.

"Nomor satu yang paling berat dari terpapar virus SARS-CoV-2 ini adalah cemas. Jadi begitu ketahuan hasil PCR positif, satu hal yang harus didahulukan adalah tenang. Itulah obat pertama yang diperlukan, obat hati," jelas dokter rehabilitasi dari RSUP Persahabatan, dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR (K) dalam program Bincang Sehat bertajuk "Isoman Aman Tanpa Panik" yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Politik RMOL pada Jumat (23/7). 

Dia menjelaskan, di dalam tubuh manusia terdapat sistem yang sangat peka terhadap hormon, ada sistem parasimpatis yang berperan dalam fungsi konservasi dan reservasi tubuh dan sistem simpatis yang berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar tubuh dengan reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri.

Jika kita cemas, maka sistem tersebut akan melakukan blokir di sistem lainnya, sehingga fungsi di dalam tubuh manusia bisa terganggu. 

"Oleh karena itu, agar sistem di dalam tubuh bisa berfungsi dengan baik, maka tidak boleh ada kekacauan di tingkat fungsi yang lebih tinggi, kuncinya adalah tenang," ujarnya.

"Ketenangan itu memang mudah diucap dibibir tapi sulit dilaksanakan. Satu hukumnya, qadarullah, terima kalau memang positif Covid-19." sambung Dokter Widjanantie.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa hal yang paling berat dari Covid-19 adalah menghadapi diri sendiri. Pasalnya, setiap orang memiliki kadar yang berbeda dalam menerima kondisi saat terpapar Covid-19. 

Dokter Widjanantie menjelaskan, ada beberapa tipe orang dalam menghadapi infeksi virus corona. Pertama adalah mereka yang menerima kondisi tersebut. Kedua adalah denial atau mereka yang enggan menerima ketika mengetahui dirinya terpapar Covid-19. Tipe ketiga adalah bargaining, atau mereka yang berasumsi sendiri bahwa apa yang dialaminya bisa diselesaikan dengan konsumsi suatu obat atau makanan tanpa berkonsultasi dengan dokter. 

Tipe selanjutnya adalah anger, atau mereka yang marah ketika diberitahu bahwa dirinya positif Covid-19. Tipe terakhir adalah depresi, atau mereka yang putus asa menghadapi kondisi terpapar Covid-19.

"Depresi ini yang paling berat, karena kita di medis butuh pasien yang aktif menjaga dirinya sendiri," ujarnya.

Pasalnya, ketika psikologis sudah sangat terganggu, maka sistem recovery tubuh juga akan terganggu dan tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. 

"Barangkali, kita akan bilang 'Why me?', tapi kalau Tuhan sudah bilang 'Why not?', kita bisa apa? Di saat itu perlu kita menerima. Acceptance itu luar biasa dampaknya, sistem imun naik dan kemungkinan kita menang melawan virus akan naik. Tapi di saat kita masuk ke dalam fase depresi, maka yang akan tepuk tangan adalah virus SARS-CoV-2 itu," papar Dokter Widjanantie.

Lantas, apa yang perlu dilakukan setelah dinyatakan positif Covid-19?

Dokter Widjanantie menyarankan agar ketika kita dinyatakan positif terpapar Covid-19, pertama-tama yang harus dilakukan adalah menerima, lalu memahami kondisi diri. 

"Pertama-tama, setelah ketahuan PCR positif, lalu belum ada gejala apapun, segera minimalisir tambahan kontak, jadi menarik diri, isolasi mandiri. Tujuannya untuk melindungi kita dari paparan lebih virus serta mengurangi paparan dari kita menularkan orang lain," jelasnya. 

Lalu langkah kedua yang dia sarankan untuk dilakukan adalah melakukan pembersihan. 

"Kita sebut dekontaimminasi permukaan, mencuci hidung, sikat gigi, cuci barang-barang yang kita gunakan atau membersihkannya dengan alkohol, supaya tidak lebih banyak virus yang berpotensi masuk ke dalam tubuh," jelasnya. 

Selanjutnya, melakukan pemantauan diri. 

"Apa saja yang perlu dipantau? Yang virus ini paling banyak yang menyerang sistem respirasi. Oleh karena itu, pantau oksigen dan pernapasan," jelasnya. 

Selain itu, perlu juga dipantau apakah ada demam, sesak atau gejala lainnya. Karena tidak semua pasien Covid-19 mengalai gejala tersebut. Ada yang pegal, sakit kepala atau bahkan diare. 

"Penting untuk mencatat apa yang dialami setiap hari. Buat semacam diary, tulis gejala apa saja yang dialami, dan belum tentu gejala yang negatif, bisa jadi nafsu makan tiba-tiba naik. Yang jelas, sesuatu yang biasanya tidak ada lalu menjadi ada, itu bisa jadi cara tubuh memberikan tanda. Tubuh kita cerdas, kita yang harus belajar mendengarkannya," paparnya. 

Lalu pada hari ke-3 atau 4, jika kondisi lebih buruk, segera kontak fasilitas kesehatan terdekat, jika memungkinkan lakukan rontgen untuk melihat apakah ada pneumonia kanan dan kiri, apakah ada flek di paru. Jika ada, maka perlu upgrade obat yang lebih tinggi," tandasnya.




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Health